Senin, 25 Mei 2009

Beberapa Tips Untuk Qiyamul Lail (Bag. I)

Catatan Sholat Tahajud

21 Mei 2009 jam 7:54

Assalaamu’alaikum wr. wb.

Akhir-akhir ini – alhamdulillaah – saya sudah rutin melaksanakan shalat qiyamul lail. Sebenarnya tidak sulit-sulit amat, asalkan kita tahu trik-triknya. Memang segala hal di dunia ini tidak boleh dianggap sulit, kalau kita mau berhasil. Kita hanya perlu mencoba dan mencoba lagi sambil terus mencari celah yang bisa kita manfaatkan untuk mempermudah pekerjaan kita. Dan karena Islam itu adalah agama yang amat mudah, sederhana, dan tidak pernah bertentangan dengan fitrah, maka jika kita merasa berat melakukan suatu jenis ibadah, pastilah itu karena ada sesuatu yang terlewatkan dari perhatian kita.

Berikut ini adalah beberapa tips yang bisa saya bagi untuk rekan-rekan yang ingin melakukan ibadah qiyamul lail secara rutin. Saya sendiri masih pemula dalam hal ini, jadi masih terbuka begitu besar peluang adanya tips-tips lain di luar yang saya tulis ini. Paling tidak, inilah bentuk dari tanggung jawab saya terhadap ilmu yang Allah berikan, meskipun baru sedikit yang bisa saya cerna.

Motivasi

Pada bulan Desember tahun 2004 yang lalu, saya diberi tugas oleh murabbi untuk melakukan studi parsial atas buku “Manhaj Haraki, Strategi Pergerakan dan Perjuangan Politik dalam Sirah Nabi saw.”, karya Munir Muhammad al-Ghadban. Disebut studi parsial karena saya tidak perlu meneliti keseluruhan dari buku tersebut atau membuat sebuah review lengkap, melainkan cukup memilih satu atau beberapa topik bahasan dalam buku tersebut yang menarik perhatian, kemudian mempresentasikannya di hadapan anggota halaqah yang lain.

Tema yang sangat menarik perhatian saya saat itu (dari buku jilid pertamanya) adalah soal qiyamul lail. Sebelum qiyamul lail diperintahkan, Islam masih disebarkan dengan sembunyi-sembunyi, terbatas pada keluarga Rasulullah saw. dan teman-teman dekat beliau. Tarbiyah terhadap para sahabat dilakukan di rumah al-Arqam bin Abil Arqam. Ini adalah suatu strategi yang jitu, karena Arqam sendiri waktu itu baru berusia 16 tahun, sehingga tidak dianggap sebagai sebuah ancaman oleh siapa pun di Mekkah.

Rasulullah saw. dan para sahabatnya pun melakukan shalat secara sembunyi-sembunyi, bahkan di lorong-lorong yang tidak disangka-sangka orang akan digunakan untuk ibadah. Demikianlah kerahasiaan dakwah yang dipimpin Rasulullah saw. terus terjaga.

‘Lompatan besar’ terjadi ketika Allah menurunkan firman-Nya dalam surah Al-Muzammil [73] : 1-7 yang terjemahannya kurang lebih adalah sebagai berikut :

“Hai orang-orang yang berselimut, bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (darinya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al-Qur'an itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya, Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat. Sesungguhnya, bangun di waktu itu lebih berkesan. Sesungguhnya, kamu pada waktu siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak).”
Q.S. Al-Muzammil [73] : 1 – 7

Imam Ahmad meriwayatkan dari Aisyah ra. bahwa dengan turunnya ayat ini, maka Qiyamul Lail menjadi ibadah yang wajib bagi para sahabat. Kewajiban ini bertahan selama setahun hingga akhirnya di akhir surah tersebut Allah menurunkan keringanan sehingga Qiyamul Lail menjadi sunnah hukumnya.

Dari ayat-ayat di atas, ada tiga hikmah dari perintah qiyamul lail yang dijelaskan secara eksplisit, dan ketiganya diawali dengan kata “sesungguhnya”. Ketiganya adalah :
(1) karena sesungguhnya Allah akan menurunkan perkataan yang berat,
(2) karena bangun pada waktu tersebut (yaitu akhir malam) lebih berkesan, dan
(3) karena manusia pada siang hari memiliki banyak urusan yang bisa menghambatnya untuk beribadah.

Hikmah kedua dan ketiga dapat dipahami dengan mudah. Memang pada saat menjelang Subuh, pikiran manusia amat jernih, udara amat segar, suasananya pun sangat tenang. Kalau kita mau bermunajat kepada Allah pada waktu itu insya Allah akan lebih terasa ‘getarannya’. Selain itu, pada waktu-waktu itu kita tidak akan diganggu oleh tuntutan pekerjaan, sehingga ibadah kita bisa lebih khusyu’ daripada biasanya. Tidak sulit memahami kedua hikmah ini.

Hikmah pertama sangat menarik. “Perkataan yang berat” ditafsirkan sebagai ‘perintah yang berat’. Artinya, Allah mewajibkan Rasulullah saw. dan para pengikutnya yang masih sangat sedikit itu untuk melaksanakan qiyamul lail karena tidak lama lagi (setelah perintah tersebut diturunkan) Allah akan memberikan suatu perintah yang amat berat. Kita bisa dengan mudah menebak bahwa setelah diwajibkannya qiyamul lail, dakwah akan dilaksanakan secara terang-terangan. Jika memang itu tebakan Anda, maka Anda benar. Simaklah betapa beratnya perintah tersebut dari kejadian-kejadian yang terjadi ketika dakwah mulai dilaksanakan secara terang-terangan :


* Mulai munculnya gangguan dari pihak musuh. Sa’ad bin Abi Waqqash yang sedang shalat sempat diganggu dan kemudian Sa’ad memberikan perlawanan hingga orang Musyrik itu tewas.


* Pihak musuh mulai gencar melakukan penyiksaan-penyiksaan fisik kepada para pengikut Nabi saw. Bilal bin Rabah ra. adalah salah satu sahabat Rasulullah saw. yang mengalami siksaan sangat keras.


* Ammar bin Yasir ra. mengalami siksaan yang begitu berat dan kondisinya tidak memungkinkannya memberikan perlawanan, sehingga muncullah keringanan bagi orang-orang yang disiksa untuk berpura-pura mengikuti kemauan musuh demi menjaga keselamatan nyawa.


* Abu Bakar ra. memiliki ‘tugas khusus’ untuk berkeliling mencari para budak yang disiksa oleh para majikannya karena keislamannya, untuk kemudian membeli dan memerdekakannya. Bilal ra. adalah salah satu budak yang dibeli dan dimerdekakan oleh Abu Bakar ra.


* Sebagian umat Islam melaksanakan hijrah ke Habasyah (Ethiopia) demi keselamatan dakwah.


* Meskipun sudah banyak pengikutnya yang berbasis di Habasyah, Nabi saw. tetap mencari-cari basis lain di luar Mekkah, karena Habasyah terlalu jauh dari Mekkah, sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan ‘serangan balik’ di kemudian hari.


* Sebagian besar keluarga Nabi saw. menentang dakwah beliau, hingga hampir-hampir Abu Thalib tidak mampu lagi melindunginya. Namun setelah melihat kekerasan hati beliau, Abu Thalib pun tidak ragu-ragu lagi untuk tetap menjadi pelindung Nabi saw.


* Muncul beragam fitnah terhadap pribadi Rasulullah saw.


* Adanya beberapa upaya pembunuhan terhadap Rasulullah saw.

* Masuk Islamnya Hamzah ra. dan Umar bin Khattab ra., dua orang yang ditakuti pada masa itu. Keislaman mereka menjadi pemicu keberanian umat Islam, sekaligus juga memicu resiko perlawanan terbuka yang mungkin terjadi.


* Adanya perundingan-perundingan dengan berbagai pihak untuk menjamin keamanan umat Islam.


* Embargo ekonomi yang dilakukan oleh kaum Musyrikin Mekkah yang menyebabkan penderitaan yang amat mendalam pada umat Islam.


Dari kisah di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa Allah tidak memerintahkan qiyamul lail untuk mempersulit manusia, melainkan untuk memperkuatnya. Dengan qiyamul lail, seorang Muslim akan memperoleh tenaga ekstra (yang bisa dikatakan ‘super’) untuk mengemban tugas-tugas yang sangat berat. Bagaimana proses munculnya kekuatan tersebut? Tentu tidak tiba-tiba, dan jelas tidak beraroma mistis. Semua itu berproses seiring dengan rutinitas menjalankan ibadah qiyamul lail dan tingkat ke-khusyu’-annya. Wallaahu a’lam.

wassalaamu’alaikum wr. wb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar