Senin, 25 Mei 2009

Mau Kebal? Tahajud Saja!

Salat tahajud membuat pelakunya mendapat tempat istimewa di hadapan Allah. Selain itu, juga bermanfaat bagi kesehatan raga karena dapat meningkatkan kekebalan tubuh dan mengusir penyakit.

Pernahkah Anda berpikir kenapa setiap kali kita mesti berdoa?

Ada yang menjawab ini adalah kewajiban kita sebagai ciptaan Tuhan. Ada juga yang menjawab ini sudah tersurat dalam kita suci. Masih banyak lagi rasionalisasi bila dikaji.

Apa yang kita anggap tanggung jawab dan kewajiban itu memberi pengaruh positif terutama untuk kejiwaan kita. Anda mungkin tidak sadar kalau kepatuhan-kepatuhan kita terhadap ritual keagamaan, semisal salat serta bentuk ritual lainnya, juga dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh.

Ambil contoh salat tahajud. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan dosen Fakultas Tarbiyah dan Guru Besar Program Pascasarjana di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Surabaya, Prof. Dr. Mohammad Sholeh, M.Pd, PNI, salat tahajud yang dijalankan dengan gerakan tepat. rutin, dan tentu saja tulus ikhlas, bisa meningkatkan sistem kekebalan tubuh.

Prof. Sholeh yang dihubungi lewat telepon menyebutkan, penelitian yang dilakukannya di tahun 2000 selama satu semester ini dalam rangka menyelesaikan studi doktoralnya di Universitas Airlangga. Surabaya.

“Jadi ini demi sebuah disertasi,” tutur bapak dua anak ini. Disertasinya berjudul: "Pengaruh Salat Tahajud Terhadap Peningkatan Perubahan Respon Ketahanan Tubuh Imunologik: Suatu Pendekatan Psikoneuroimunologi."

Pertolongan Allah

Bagi kaum muslim, salat tahajud bukan wajib. Karenanya tidak banyak yang melakukan sembahyang ini sampai berhari-hari dan terus menerus.

Dalam riwayat Abu Daud dan At Turmudzy diceritakan, Ali RA, pernah berkata. “Salat witir itu tidak diharuskan sebagaimana salat fardu, tetapi Rasulullah SAW selalu mengerjakannya serta bersabda, “Sesungguhnya Allah itu witir (ganjil, yakni esa) dan suka pada witir, maka salat witirlah kamu sekalian wahai Ahlul Quran” (kitab Riyadlus Shalihin).

Kebiasaan menyepi di waktu malam ini bermula ketika menjelang kenabian Muhammad SAW. Waktu itu Muhammad sedang gundah gulana, menyepi di gua Hira. Sebagai seorang yang saleh dan berhati bersih, pria tengah baya ini merasakan betapa mundurnya kehidupan moral di Mekah waktu itu.

Perbudakan, perampokan, penindasan terhadap wanita, dan segala keburukan lain membuat hidup menjadi tidak menyenangkan. Mau apa aku ini? Itulah pertanyaan yang muncul dalam dirinya.

Suatu malam, Muhammad menyendiri dan merenungkan semua hal yang menimpa diri dan tanah kelahirannya. Tengah malam sampai menjelang pagi, Muhammad merasakan benar-benar kesedihan yang mendalam sekaligus berpasrah pada Sang Pencipta atas diri dan tanah kelahirannya.

Saat itulah, kemudian muncul pesan dari Malaikat Jibril yang sampai sekarang dikenal sebagal wahyu pertama dalam Alquran. Nabi sering menyendiri di malam hari ini merupakan kegiatan yang intinya mau mengatakan bahwa dirinya hanyalah manusia biasa. Tiada yang dapat dilakukannya tanpa pertolongan dari Allah. Kegiatan menyendiri yang diberi bentuk salat di kemudian hari ini lalu biasa dilakukan para pengikut Nabi, tatkala mengalami berbagai persoalan yang dirasa sangat berat. Namun, selama waktu itu, sejak kewajiban salat ini muncul sampai satu dekade terakhir ini, tidak banyak yang tahu bahkan kaum muslim sekalipun, apa sebenarnya yang terjadi ketika mereka melakukan tahajud.

Memang banyak ulama menyebutkan kalau salat bisa memperbaiki aklak, tetapi bagaimanakah semua itu berlangsung?

Inilah yang mendorong Prof. Sholeh melakukan penelitian mengenai salat tahajud.

Teliti 51 Siswa SMU

Pria jebolan Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri ini di tahun 2000 meneliti sekitar 51 siswa SMU Luqman Hakim, Pondok Pesantren Hidayatullah, Surabaya.

“Saya minta mereka melakukan salat tahajud selama dua bulan penuh setiap hari,” ungkap pria yang menyelesaikan S2 pada bidang psikologi konseling di IKIP Malang ini.

Responden mengambil jumlah rakaat yang tidak terlalu banyák yaitu 8 rakaat, dengan 2 rakaat salam. Kemudian ditambah salat witir 3 rakaat atau 1 rakaat. Semua responden mesti menjalankan salat pada pukul 02.00 sampal 03.30. seperti dicontohkan oleh Rasulullah.

Tentu tidak semua berhasil, sehingga 51 siswa yang diteliti ini akan dipilah lagi. “Mereka yang tidak pernah mengkuti senam pernapasan, tidak pernah ikut toriqoh (zikir), dan tidak pernah melakukan tahajud, saya masukkan dalam kelompok sendiri untuk dilihat lebih lanjut hasilnya,” papar Prof. Sholeh.

Ternyata dari 51 siswa, 23 orang hanya sanggup bertahan menjalankan salat tahajud selama
sebulan. Peserta yang tidak memenuhi syarat dengan alasan misalnya salatnya tidak lengkap sampai dua bulan, meski bisa melampaui sebulan penuh atau tidak sampai sebulan, minum obat kortikosteroid, melakukan hal-hal lain selain tahajud yang memengaruhi sistem tubuh misalnya zikir, dijadikan kelompok sendiri.

Sampai akhirnya, tinggal 19 siswa yang sanggup bertahan melakukan salat tahajud selama dua bulan. Jadi ada dua kelompok. Mereka yang berhasil sampai dua bulan tanpa tambahan kegiatan lain dan mereka yang tidak selesai salat sampal dua bulan.

Ke-19 orang ini menurut Prof. Sholeh mengalami perubahan secara mendasar. “Mereka yang menjalani salat dengan tulus ikhlas, penuh dua bulan, gerakannya tepat, kekebalan tubuhnya meningkat,” katanya.

Sementara yang tidak, perubahan secara berarti dari segi fisik maupun psikis tidak terlihat. Meningkatnya kekebalan tubuh inilah yang memungkinkan seseorang akan sulit kena penyakit, dari infeksi sampai kanker.

Setidaknya ada beberapa parameter yang diukur Prof. Sholeh di tiga laboratorium (Klinik Prodia, dan Paramita) di Surabaya, untuk membuat kesimpulan ini. Dengan mengukur kadar hormon kortisol (glukokortikoid alami utama yang dikeluarkan korteks adrenal. Zat ini memengaruhi metabolisme glukosa, protein, dan lemak) bisa diketahui apakah seseorang mengalami stres atau tidak.

Pada mereka yang berhasil melakukan salat tahajud sampai dua bulan, hormon ini meningkat. Ini pertanda orang tersebut ikhlas dan tidak stres,” katanya. Meningkatnya hormon ini akan disertai dengan meningkatnya kandungan serotonin, epinefrin, dan endorfin. Hormon-hormon inilah yang membuat kita merasa tenang dan tenteram.

Sebaliknya, tingkat acetylcholine pada ke-19 orang ini menurun. Acetylcholine adalah ester asam asetat dari kolin yang berfungsi sebagai neurotransmitter atau bahan kimia yang berfungsi menyampaikan pesan dari sel saraf yang satu ke sel saraf yang lain.

“Bila bahan kimia ini meningkat, itu tandanya orang lagi stres. Akibat lanjutannya orang akan mudah marah, cemas, dan khawatir’ tuturnya. Stres juga ditandai oleh meningkatnya kandungan vasopressin atau hormon yang dikeluarkan hipotalamus (bagian otak).

“Bila tingkat vasopressin tinggi dan menumpuk terus-menerus, daya tahan tubuh orang akan menurun. Orang akan mudah kena kanker. “Dengan sendirinya berbagai sistem imun yang ada di tubuh seperti makrofag, basofil, monosit, dan lainnya tidak akan terproduksi,” katanya.

Dirikanlah Salat

Jadi, sekarang kalau orang bicara bahwa salat bisa memperbaiki tingkat moral seseorang, ada alasan yang bisa dikemukakan secara ilmiah.

Dengan salat yang benar, dijalani tulus dan pasrah, serta rutin akan membuat fisik maupun psiki menjadi sehat.

Ketenangan hati, pikiran, dan ketenteraman jiwa akan menjadi status dasar mereka yang rajin salat. Orang bisa berpikir logis, matang, dan benar-benar masuk akal. Orang menjadi tahu diri dan tidak seenaknya. Selain itu, penyakit fisik akan enggan mampir ke tubuh mereka yang rajin salat karena sistem kekebalan tubuh meningkat pesat.

Jadi, salat tak hanya membuat manusia mendapatkan tempat (maqam) terpuji di sisi Allah, melainkan juga membuat sehat lahir batin. Kalau begitu, dirikan salat!

Sumber: Kompas Cyber Media

Tidak ada komentar:

Posting Komentar