Selasa, 02 Juni 2009

WAHAI ANAKKU bag.7

NASEHAT KESEMBILAN BELAS

Wahai Anakku, Mulai besok, janganlah kamu bertanya kepadaku tentang sesuatu yang menyulitkanmu kecuali dengan bahasa hati, karena Allah berfirman :
WALAU ANNAHUM SHABARUU HATTA TAHRUJA ILAIHIM LAKANA KHAIRAN LAHUM (Seandainya mereka sabar sampai dating kepada mereka maka lebih baik bagi mereka).
Dan terimalah nasehat Nabi Khidr AS. Ketika dia berkata:
FALA TASALNI ‘AN SYAIIN HATTA UHDITSA LAKA MINHU DZIKRA (Janganlah kamu (Musa) bertanya kepadaku tentang sesuatu sampai aku sampaikan kepadamu penjelasannya)

Janganlah terburu-buru sampai dating waktunya akan terbuka dan terlihat olehmu SAURIKUM AYATI FALA TASTA’JILUN (akan aku perlihatkan tanda-tanda-Ku kepadamu, maka jangan terburu-buru). Jangan bertanya kepadaku sebelum waktunya. Dan yakinlah/percayalah tidak akan sampai kecuali dengan sebuah perjalanan. Karena firman Allah SWT : AWALAM YASIRU FIL ARDI FAYANDHURU (apakah kamu sekalian tidak berjalan di muka bumi dan melihat)?

NASEHAT KEDUA PULUH

Wahai Anakku, Demi Allah, kalau kamu berjalan kamu akan melihat keajaiban-keajaiban di setiap tempat/ dimana-mana. Kerahkan Ruhani mu karena pangkal masalah ini adalah pengerahan Ruh. Seperti ucapan Dzun Nun Al Mishri ra. Kepada salah satu muridnya : “Kalau kamu mampu untuk mengerahkan Ruh maka kamu naik/meninggi. Kalau tidak mampu, jangan menyibukkan diri dengan kegiatan Sufi yang tidak bermanfaat.”

NASEHAT KEDUA PULUH SATU

Wahai Anakku, Aku nasehatkan kamu dengan delapan hal. Terimalah itu dariku supaya ilmumu tidak menjadi musuhmu kelak pada hari kiamat. Kamu amalkan empat diantaranya dan tinggalkan/hindari empat yang lainnya.

Empat hal yang harus dihindari adalah :

PERTAMA,

(Sebisa mungkin) jangan mendebat orang dalam masalah apapun yang tidak kamu kuasai. Karena hal itu didalamnya terdapat bahaya yang sangat banyak. Dosanya lebih besar dari pada manfaatnya. Hal seperti itu adalah sumber segala akhlak yang merusak/tercela seperti Riya, Hasud, Sombong, Dengki, Permusuhan, Keangkuhan, dan seterusnya. Tetapi apabila ada sebuah masalah diantara kamu dan seseorang atau masyarakat, dan maksudmu/niatmu adalah untuk memperlihatkan yang hak dan tidak sia-sia, maka boleh membahasnya tetapi untuk maksud seperti itu ada dua ciri/tanda : Satu, Jangan membeda-bedakan apakah kebenaran itu terungkap oleh ucapanmu atau melalui ucapan selain dirimu. Dua, Kamu lebih suka pembahasan itu terjadi di tempat yang sepi dari pada ditempat yang ramai. Dengarkan bahwa sesungguhnya aku telah memaparkan kepadamu disini sebuah faidah, dan ketahuilah bahwa soal sulitnya memberitahu tentang penyakit hati kepada dokter, maka jawabanya adalah berusaha untuk menyembuhkan penyakitnya. Dan ketahuila bahwa para jahilin (orang-orang bodoh) yang hatinya berpenyakit, dan ulama yang dokter, dan ‘alim yang kurang paripurna tidal dapat mengobati. Dan ‘Alim yang sempurna (pun) tidak dapat mengobati seluruh orang yang sakit, akan tetapi hanya mengobati orang yang menerima pengobatan dan ingin sembuh saja. Dan ketika penyakit itu menahun atau sudah kronis tidak akan menerima pengobatan dan menghindari dokter dengan alasan hal itu tidak membutuhkan pengobatan maka janganlah menyibukkan diri untuk mengobatinya karena hal itu hanya menghamburkan umur saja. Kemudian ketahuilah bahwa sesungguhnya penyakit kebodohan ada empat macam : Salah satunya bisa di obati dan yang lain tidak. Diantara yang tidak dapat diobati :

Satu, Orang yang pertanyaannya dan perdebatannya dengan Hasud dan Kebencian nya. Maka setiap kali pertanyaannya di jawab dengan jawaban yang terbaik, fasih dan terang pun tidak akan membuatnya puas kecuali malah menambah kebencian, permusuhan dan kedengkiannya. Maka jalan kelurnya adalah tidak usah menyibukkan diri untuk menjawabnya.
Setiap permusuhan ada harapan untuk hilang,
Kecuali permusuhan yang berdasarkan hasud/ iri dan dengki.

Maka kamu harus berpaling dan meninggalkan nya dengan penyakitnya itu. Allah berfirman :

FA A’RIDL ‘AMMAN TAWALLA ‘AN DZIKRINA WA LAM YURID ILLA AL HAYATI AL DUNYA
(maka berpalinglah dari orang yang berpaling dari ingat kepada-Ku dan tidak mengharapkan kecuali kehidupan dunia).

Hasud dengan setiap apa yang dikatakan dan dilakukan semuanya menyalakan api pada (membakar) tumbuhan amalnya. Seperti telah disabdaan Nabi SAW :

AL HASADU YA’KULU AL HASANAT KAMA YA’KULU AL NAR AL HATHABA (hasud memakan kebaikan-kebaikan seperti api melahap kayu).

Dua, Penyakit yang disebabkan oleh kebodohan (ketololan), ini juga tidak akan sembuh. Seperti yang di katakana Isa AS : “Aku tidak mempunyai kesulitan untuk menghidupkan orang mati tapi aku mempunyai kesulitan untuk mengobati orang yang bodoh”. Itu adalah seseorang yang menyibukkan diri untuk menuntut ilmu dalam waktu yang tidak lama, dan belajar sesuatu tentang ilmu logika (akal) dan syar’i kemudian berdebat dengan kebodohannya dengan Ulama Besar yang telah menghabiskan umurnya dalam ilmu-ilmu logika dan syar’i, dan si bodoh itu tidak mengetahui dan mengira bahwa apa yang tidak dimengerti olehnya juga tidak di mengerti oleh ulama besar itu. Maka apabila tidak tahu tentang keadaan ini, maka pertanyaannya dari sebuah kebodohan/ketololan. Maka jangan menyibukkan diri untuk menjawabnya.

Tiga, Seorang Mustarsyid (murid/pelajar), dan setiap yang tidak dipahaminya dari perkataan yang besar dikarenakan oleh kedangkalan pemahamannya. Dan pertanyaannya sebenarnya adalah untuk mencari tahu. Akan tetapi, karena kedunguan nya ia tidak menemukan hakikat (substansi). Maka tidak perlu bersusah payah untuk menjawabnya juga. Seperti yang di sabdakan Nabi SAW : NAHNU MA’ASYIRAL ANBIYA I UMIRNA AN NUKALLIMA AL NASA ‘ALA QADRI ‘UQULIHIM (Kami Para Nabi diperintahkan untuk berbicara dengan manusia setingkat dengan logika/daya tangkap akalnya)
.
Adapun (satu) yang dapat menerima/di obati adalah dia yang mencari tahu /Mustarsyid (murid/pelajar) yang pintar dan pandai, yang tidak dikendalikan oleh hasud/sifat iri dengki, kemarahan, cinta dengan syahwat, kedudukan dan materi. Dia adalah pencari jalan yang lurus. Pertanyaan dan penolakannya tidak dari sifat hasud, menjatuhkan dan menguji. Yang seperti ini, dia akan menerima obat, maka boleh menyibukkan diri untuk menjawab pertanyaan-pertanyaannya, bahkan wajib bagimu untuk menjawabnya.

KEDUA,

Dari yang dihindari, adalah takutlah/berhati-hatilah kamu dari menjadi (pemberi nasehat) penasehat dan pengingat (orang yang mengingatkan) karena ada malapetaka (afat) yang banyak. Kecuali kamu mengamalkan apa yang kamu katakana terlebih dahulu baru kemudian anda memberi nasehat kepada manusia. Maka fikirkanlah apa yang dikatakan kepada Isa AS. : YA IBNA MARYAMA ‘IDH NAFSAKA FAINITA’IDHTA FA ‘IDH AL NASA FA ILLA FA ISTAH MIN RABBIKA. (Wahai anak Maryam nasehatilah dirimu setelah itu baru kemudian nasehati manusia, kalau tidak, maka malulah kepada Tuhanmu).

Dan apabila kamu di uji dengan pekerjaan itu maka keluarlah dari (jauhilah/hindarilah) dua hal :
Pertama, Berlebih-lebihan dalam berbicara dengan ibarat, isyarat, thammat, abyat, asy’ar, karena Allah SWT membenci orang-orang yang berlebih-lebihan. Orang yang berlebihan yang melampaui batas menunjukkan kepada kurangnya/keringnya bathin dan alpanya hati. Makna tadzkir (mengingatkan) adalah mengingatkannya seorang hamba kepada api neraka di akherat dan kekurangan dirinya dalam menghamba kepada Pencipta/Khalik, dan berfikir kepada umurnya yang telah lewat yang telah dihabiskan untuk sesuatu yang tidak bermanfaat, dan berfikir pada rintangan-rintangan yang ada didepannya tentang ketidakselamatan khusnul khatimahnya, dan bagaimana keadaannya ketika malaikat maut mencabut nyawanya, dan apakah mampu untuk menjawab pertanyaan Munkar dan Nakir?

(bersambung…. ke NASEHAT KEDUA PULUH SATU bag.2)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar